gak tau deh nih cerita pasti berantakan banget, hhahhah udah lama gak nulis cerita. tapi aku berharap, nilai ini cerita gak minus-minus amaaaat... 고마워요
Aline berlari di koridor sekolahnya dengan sangat
cepat dia tak terlalu memperhatikan lagi
teman-temanya yang menyapanya di sepanjang koridor ia hanya tersenyum membalas
sapaan teman-temanya.
Saat
sampai di depan pintu kelasnya ia langsung bergegas menuju mejanya.
‘lin, sabar loe napa sih kayak abis kena
badai’vivi yang sahabat aline sejak tk benar-benar bingung dengan sahabatnya
yang satu ini, sepagi ini ia sudah bikin keributan batin vivi.
‘ aduh vi, gue nyontek pr fisika dong’
‘aduh aline, loe lari-lari gak jelas gitu cuman
buat nyontek pr fisika napa gak dari kemaren ajah’
‘gak inget gue, aduh cepetan deh vi. Masuk nih
ntar’
‘pasti si cina ini lupa lagi bikin pr’ tiba-tiba
aldo sudah menghampiri meja tempat aline dan vivi duduk.
‘eh al, udah selesai rapat osisnya’ aldo hanya
mengangguk untuk mengiyakan pertanyaan dari vivi. Mereka memang bersahabat tapi
untuk aline dan aldo entah mereka berdua bisa di sebut sahabat atau tidak
karena tiap hari pasti ribut, dan vivi yang selalu menjadi penengahnya.
‘cina-cina, loe tuh gay’ aline membalas ejekan
dari aldo, aline memanggil aldo gay karena untuk ukuran pria aldo bisa
dikatakan cukup keren dan dengan di tambah tubuh ateletis dan jabatan ketua
osis sebenarnya itu sudah cukup untuk membuat aldo menjadi playboy tapi sampai
sekarang aldo masih menjomblo dan selalu menolak setiap cewek yang dekat
dengannya. Dan aline yang di panggil cina oleh aldo juga punya alasan
tersendiri, aline sama sekali tak punya keturunan darah tiongha tapi entah
kenapa ia mempunyai warna kulit yang putih dan mata yang teramat sipit sehingga
saat ia tertawa lebar matanya seakan hilang di telan tawanya.
‘aduh jangan mulai deh loe berdua’ seperti biasa
vivi selalu jadi penengah.
‘gue gak mulai kok, emang dia cina kan’
‘gue bukan orang cina, cowok gay’
‘gue juga gak gay, wee’
‘iya…trus cowok yang nolak cewek-cewek dan gak
pernah pdkt sama cewek itu apa namanya kalo bukan gay’
‘dan cewek dengan kulit putih dan kalo senyum itu
matanya ilang itu apa coba namanya kalo bukan cina, amoy loe’
‘aduh kepala gue mau pecah deh kalo liat kalian
kayak gini terus tiap hari’
Lalu
seorang wanita dari kelas sebelah berteriak memanggil aldo.
‘al, anak-anak udah pada nungguin loe tuh…’
‘oh oke gue ke sana’
‘rapat lagi?’vivi kembali bertanya, dan aldo hanya
mengangguk untuk mengiyakan lagi. Osis sedang sibuk untuk mengurusi acara untuk
perpisahan kelas tiga.
‘udah pergi sana loe, ganggu tau loe tu’ aldo
memukulkan pelan berkas yang di pegangnya ke atas kepala aline.
‘aw…dasar loe’setelah aldo pergi aline melanjutkan
lagi pekerjaannya yaitu menyalin pr fisika vivi.
‘kalian berdua tuh ya, pusing gue…’
‘ya jangan di pikirin vi. Gampangkan’
‘haha, dasar loe lin…’
‘oh iya kenapa kalian gak pacaran ajah?’aline
sempat terdiam memndengar statement vivi barusan walau ia tahu itu hanya
bercanda tapi aline cukup shock mendengarnya.
‘gak ah gak ada waktu…’kalimat itu meluncur begitu
saja. Vivi sama sekali tak tahu bahwa statement itu serius, dan masih
menganggap itu bercandaan aline.
‘emang sesibuk apa sih loe?’
‘hem…gue harus pemotretan, trus masih harus
syuting jumpa fans aduh banyak deh vi’
‘dasar loe’ vivi tak tahu aline tak bercanda.
Begitu
lah setiap hari aline-aldo masih terus beributan seperti anjing dan kucing.
Mereka bertiga selalu berada di kelas yang sama sejak kelas 1 sma dan masih
berlanjut sampai sekarang kelas 2. Dan sejak awal selalu begitu mereka selalu
saling mengejek, setiap hari pasti ada di antara mereka berdua yang memancing
keributan.
Sampai
suatu hari aline tak masuk sekolah.
‘mana si cina vi, gue gak liat dia’
‘aline, udah gak masuk dari dua hari yang lalu do,
sakit katanya. Loe sih sibuk banget kayaknya dispen belajar mulu’
‘iya ya, gue gak sadar. Emang sih akhir-akhir ini
gue pulang malem mulu. Tapi tuh anak cina bisa sakit juga ya, gak nyangka gue’
‘aduh loe tuh ya, kenapa sih dari kelas satu ribut
mulu ama aline. Saling ngejek terus kayak kucing ama anjing’
‘gag tau juga gue, seneng ajah liat tuh anak
marah, senyum lucu ajah’
‘wah jangan-jangan loe suka ya ama aline. Wah
pertanda besar nikh’
‘ha, gag tau juga ya. Mungkin kali’ vivi sedikit
memalingkan wajahnya, tapi kembali tersenyum manis seperti tak terjadi apapun.
‘kayaknya panggilan rapat lagi nikh’ vivi berkata
begitu saat seorang anak menghampiri meja mereka.
‘iya, gue cabut dulu yakh. Besok dia pasti masuk
kan, gue mau siap-siap dulu lakh buat ngejek dia lagi he’ aldo tersenyum senang
dan berbalik pergi mengikuti anak yang memanggilnya lagi. Vivi menatap nanar ke
arah punggung aldo.
Aldo
benar-benar lelah sekali hari ini, dia dispen di setiap mata pelajaran hari ini
dan tak masuk ke kelasnya sama sekali hari ini. Sebentar lagi bel pulang dan
dia bersiap untuk kembali ke kelasnya. Tak apalah walau hanya bertemu si
cina itu sebentar.
Tapi
apa yang di harapkan aldo ternyata jauh berbeda dari anganny. Ia melihat teman
sekelasnya banyak yang menitikan air mata, beberapa laki-laki tertunduk dalam
tak ingin menunjukan tangisnya tapi ada beberapa lelaki yang tak bisa
menyembunyikan tangisnya, aldo lebih terkejut lagi saat melihat teman-teman
wanita sekelasnya menangis. Aldo menghampiri vivi yang terlihat sangat
brantakan gadis itu masih sesenggukan bahkan saat aldo menggenggam tanganya.
‘vi kenapa…’
‘al…’ vivi seakan tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
‘udah tenang dulu…vi pelan-pelan ajah ceritanya’
aldo membiarkan vivi bersandar di dadanya sebentar, aldo benar-benar bingung
apa yang terjadi tapi ia menahan rasa ingin tahunya sebentar menunggu sampai
vivi tenang dan sanggup bererita.
‘al…’ vivi melepas pelukan aldo dan bersiap
bercerita.
‘aline…al, aline meninggal al…’
sekarang aldo yang berantakan, bukan penampilanya
tapi perasaanya seperti melayang. Ia tak ingin percaya tapi melihat kenyataan
di depanya rasanya ia ingin berbalik.
‘al…selama ini aline kena penyakit leukimia. Dan
tadi siang dia menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. Gak ada yang
tahu al, selama ini ia menyembunyikannya dari kita semua’
Teman-teman
yang lain yang mendengar vivi bercerita semakin deras meneteskan air mata
mereka tapi aldo tak terlihat begitu, wajahnya datar tak berekspresi.
Langit
senja, berwarna kuning kemerahan terlukis sangat indah di langit. Aldo berdiri
bersandar di pinggir pintu kelasnya. Ia menatap ke arah koridor dan melihat
aline berlari ke arahnya sambil tersenyum, tapi seperti angin tubuh aline
menabrak tubuh aldo dan menghilang. Aldo memusatkan perhatianya sekarang ke
dalam kelas, kelas itu sepi teman-temannya pergi melayat ke tempat aline.
Kembali aldo melihat bayangan aline duduk di bangkunya sambil tersenyum menatap
ke arah aldo.
Vivi
berjalan pelan ke arah aldo yang bersandar di pinggir pintu, vivi masih ingat
aldo tak menujukan ekspresi apapun saat ia memberitahukan bahwa aline sudah
meninggal.
‘jangan ajak gue ke pemakaman aline’ aldo menyadari
kehadiran vivi.
‘tapi al, ini terakhir kalinya kita ngelihat aline
al…’ aldo masih memunggungi vivi
‘sejak dulu gue sama aline gak pernah akur dia
ngejek gue, gue bales ngejek dia. Sejak dulu gue selalu sama aline, gak pernah
akur’
‘al…’vivi tahu benar perasaan aldo.
‘cukup lebih baik tetap begini, aline hanya
menghilang dia bersembunyi dari gue dan suatu saat dia akan kembali….’aldo
masih tetap memunggungi vivi, vivi sama sekali tak bisa melihat wajah aldo.
‘gue akan temuin aline, dia gak pernah mati, dia
gak akan pernah buat perpisahan tanpa kata kayak gini. Gak ada perpisahan kayak
gini’
Aldo
berlari meninggalkan vivi yang berlinangan air mata, vivi berjalan menuju arah
yang berlainan, menuju ke pemakaman aline. Perasaan vivi juga berantakan, dia
tak tahu perhatian aldo sebesar itu, sesakit itu aldo saat mendengar kabar ini.
Hari
itu adalah hari dimana vivi benar-benar berbicara dengan aldo, aldo lebih
pendiam dari biasanya dan lebih dingin dia seakan menutup dunianya dari dunia
luar. Perpisahan kelas tiga yang semakin dekat membuat aldo semakin jauh dari
pandangan vivi. Vivi berfikir dia tak bisa berdiam diri lagi, bagaimanapun aldo
harus bisa terima ini.
Di
hari perpisahan kelas tiga inilah vivi berencana untuk berbicara dengan aldo,
aldo harus berubah setidaknya.
Vivi berusaha mencari aldo kesekeliling sekolah
tapi dia tidak menemukanya dimanapun, aldo penanggung jawab acara ini, jadi
sudah sewajarnya aldo berada si sekitar sekolah pikir vivi tapi dia tak bisa
menamukan aldo di manapun sampai dia betemu dengan agus wakil aldo di osis.
‘gus, liat aldo gak. Gue cari dari tadi kok gak
ada’
‘oh,
emanganya loe gak tau vi?’ vivi hanya menggeleng
‘gini vi kemaren sore pas kita selesai briefing
untuk yang terakhir kalinya aldo pamit sama kita katanya mau pindah sekolah.
Jabatan ketos juga udah di serahin ke gue, padahal ini proyek dia sedih sih,
dia udah kerja keras banget untuk perpisahan ini tapi dia gak liat.’
‘hem…’vivi hanya tersenyum hambar, dia melangkah
meniggalkan agus yang heran melihat perubahan wajah vivi.
9 tahun kemudian…
Laki-laki
itu berjalan tenang di sepanjang pekuburan itu dia membaca dengan sangat teliti
nama-nama yang tertera di nisan-nisan itu.
Sampai ia menemukanya, ada taburan bunga di makam
itu yang menandakan bukan dia saja yang berkunjung ke makam itu hari ini. Ia
meletakan buket bunga mawar putih itu di dekat nisan itu. Kemudian dia duduk di
sebelah makam itu.
‘hei, moy. Gimana kabar loe, kira-kira di sana ada
gak ya yang manggil loe cina’ laki-laki itu tersenyum sendiri, tapi tanpa
sepengetahuannya seorang wanita memperhatikanya dari jauh.
‘moy, sejak dulu kita gak pernah akur ya. Kayak
kucing sama anjing, saling balas mengejek kita lakuin tiap hari ya tapi entah
mengapa itu jadi dalem banget moy buat gue’
Laki-laki
itu adalah aldo, Sejak
aline meninggal aldo juga pindah dia ikut pamannya di kota seberang, sejak saat
itu aldo hanya hidup dengan mengejar bayangan tentang aline ingatan-ingatan
tentang gadis itu, tapi hingga akirnya ia sadar dan memutuskan untuk melihat
aline yang sesungguhnya.
‘amoy, gue gak mau loe menghilang. Gak bakal ada
yang bisa gantin loe di sini moy.’ Aldo meletakan telapak tanganya di atas
dadanya, yang menunjukan bahwa aline tidak akan mungkin hilang dari hatinya.
‘al…’ aldo mendongakan kepalanya menatap gadis
manis yang berdiri di hadpanya, dia ingat dengan jelas gadis ini vivi.
‘vivi…’
‘ya, apa kabar al’
‘hem…’
‘gue seneng al, tiap tahun, tiap hari kematian
aline gue selalu kesini berharap gue bakal ngeliat loe al’ vivi meneteskan air
mata yang sejak tadi di bendungnya.
‘vi, maaf gue meninggalkan loe dalam kesakitan.
Gak seharusnya gue ninggalin loe tanpa kata kayak kemarin seperti halnya aline
meninggalkan kita’ aldo memeluk vivi yang masih menangis.
‘hari pemakaman itu, ibunya aline bilang. Aline
sempat mengucapkan kata-kata terakirnya, dia bilang aline suka sama loe al’
‘hem, jadi bukan tanpa kata ya’ aldo melonggarkan
pelukanya dan menatap vivi, yang hanya menggeleng tak sanggup berkata.
‘tapi gimana dengan loe vi?’
‘apa?’kali ini vivi yang tercengang tak mengerti
maksud aldo.
‘sembilan tahun membuat ku sadar, amoy ya amoy.
Malaikat kecil ceria nan cantik yang bukan untuk di miliki’
‘al…’
‘gue udah pernah ke sini dua tahun yang lalu, dan
udah ketemu dengan ibunya aline beliau udah cerita semuanya. Dan si amoy itu
udah kasih restunya’
‘gue sebenernya kembali ke sini karena mau ketemu
sama orang tua loe vi’
‘aldo…’aldo memnggenggam wajah vivi dan membuat
wanita itu hanya memandang aldo saja.
‘maaf perlu dua tahun buat gue, untuk memastikan
gak ada orang lain di hati loe selama 9 tahun ini…’
‘sejak dulu emang gak ada orang lain, kecuali loe’
vivi akhirnya menyunggingkan senyumnya.
‘yok…gue udah undang orang tua lo ke restoran
siang ini, gak mungkin gue bikin camer nunggukan’
‘apa…al loe gak bilang sama gue…’
‘kan kejutan, loe sih lama banget munculnya, coba
dari tadi loe nyapa gue’ aldo tersenyum simpul menyadari kejutanya berhasil.
‘apa…’
Mereka
berdua berjalan dengan membawa senyum dan kebahagian dan ingatan yang tak
mungkin di lupakan tentang malaikat kecil ceria nan cantik bernama aline. Dan
tanpa mereka sadari seorang gadis juga tersenyum melihat kebahagian mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar